Sejarah Singkat Desa Deniang
Desa Deniang merupakan salah satu desa dari 9 desa yang ada di Kecamatan Riau Silip yang berdiri sendiri sejak tahun 1998 yang merupakan pemekaran dari Desa Cit. Desa Deniang dan Definitif sejak 2003 terdiri dari 3 dusun yaitu : Dusun Deniang, Dusun Air Antu dan Dusun Bedukang. Awal mula terbentuknya Dusun Deniang adalah suatu daerah atau dusun yang dilalaui sungai kecil terdapat sebuah pemandian milik seseorang etnis Tionghoa yang bernama Deniang yang diperkirakan sudah ada sejak sebelum 1900-an, dari pemandian tersebutlah cikal bakal atau asal usul Dusun Deniang karena kebiasaan masyarakat yang biasa mandi ditempat tersebut menyebutnya AIK DENIANG (red- AIR DENIANG) sangat disayangkan temapat mandi tersebut telah hilang ditelan berjalannya waktu dan bahwa Dusun Deniang telah lama berdiri/ada dibuktikan dengan berdirinya Kelenteng Caitya Dharma Bhakti yang menurut pengurus Kelenteng tersebut telah ada sebelum tahun 1900-an, bahwa Dusun Deniang punya sebutan lain 18 HO (red. SIP PAT HO bahasa Indonesia Tambang 18/Parit 18 dalam istilah tambang Timah) dan THAI KONG MUI (red. daerah pembuangan tailing), mengingat darah ini merupakan tambang timah jaman Belanda yang diberi nama Parit 18 karena pada waktu tersebut yang bekerja ditambang tersebut adalah buruh orang - orang dari Cina Tiongkok dengan sebutan Singkek.Para Singkek yang didatangkan langsung dari Tiongkok semua Laki-laki (tanpa Perempuan) dan mereka ditempatkan dalam satu Bedeng (red. Komplek) yang saat ini dikenal dengan nama JA NANG, agar mereka (red. Buruh) bisa betah dalam bekerja di tambang Timah maka pemerintah Kolonial Belanda melegalkan Judi, Pelacur dan Madat. karena kebiasaan buruk para Singkek tersebut banyak yang terikat hutang dengan pemilik tambang, tapi diantara para Singkek tersebut banyak juga yang berkelakuan baik. Mengingatnya kejamnya jaman penjajahan Belanda banyak juga yang berhasil melarikan diri ke kota ataupun lari ke hutan sekitar tambang yang akhirnya mereka bermukim dan menikah/kawin dengan penduduk asli (red. Melayu) dan ada juga dengan sesama etnis Tionghoa yang berasal dari Sungailiat dan sekitarnya dan akhirnya menetap samapai sekarang. Dari Para Pelarian yang tidak tertangkap dan bermukim dalam hutan akhirnya terbentuklah Dusun Bedukang yang berasal dari bahasa Cina yaitu PHULU KONG (red. PHULU adalah Labu air yang berbentuk seperti kendi air) (red. KONG adalah Tempat/daratan/daerah) bahwa sebelumnya bedukang itu tanpa nama dikarenakan pada waktu orang - orang yang tinggal di Bedukang merupakan orang - orang yang pandai dalam hal ilmu kung fu dan kanuragan lainnya sehingga banyak orang yang masuk Bedukang tidak dapat lagi keluar dengan kemungkinan pertama mati atau menyerah/takluk jadi warga Bedukang. Seiring berjalannya waktu banyaklah orang yang pergi mancing ikan baik itu dilaut maupun di sungai atau dimuara Bedukang, tapi ikan yang mereka dapat sebagian besar adalah ikan Bedukang atau Baung (red. Cat Fish) karena para pemancing yang datang merupakan penduduk asli yang notabene adalah orang melayu mereka tidak fasih dalam mengucapkan atau melafaskan kata PHULU KONG dan ditambah juga ikan hasil pancingan mereka adalah ikan Bedukang, maka jika mereka ditanya orang dari luar Deniang kalian mancing dimana dan dapat ikan apa ? Dari jawaban yang mereka berikan lama tersamarlah kata PHULU KONG dengan ikan BEDUKANG akhirnya melekat samapai sekarang Dusun Bedukang. Masih karena pelarian buruh tambang yang ada seputaran Deniang dan Bedukang ada juga yang mendiami suatu daerah yang sekarang diberi nama Air Antu yang bermula dari tempat yang diberi nama Pulau Tiga karena didaerah ini ada 3 (tiga) kecil yang terdapat di pinggir pantai. tapi nama Pulau Tiga tersamarkan oleh kata Air Antu karena di Pantai tersebut dahulu kala ada sebuah sumur yang diberi nama SIANG NGIN TJIANG (Sumur Dewa red.) yang tidak terlalu tebar dan dalam dan sangat dekat dengan air laut tapi air sumur tersebut sangat tawar walaupun jika air laut pasang sumur tersebut dimasuki air laut tapi air laut surut sumur tersebut tetap tawar, sehingga sumur tersebut merupakan sumber utama para nelayan dan pelaut yang kehabisan bekal air tawar banyak yang singgah disumur tersebut untuk mengambil air untuk dibawa melaut. Kadang-kadang juga ada yang kehabisan bekal bahan makan mereka juga membeli bekal ke kampung Air Antu (red. sekarang). Karena terlalu ramai orang mengambil air disumur tersebut hingga tersohor keseluruh negeri atau pelaut, akhirnya terdengar juga ketelingga para perompak sehingga mereka sering menjarah/merampok rumah penduduk di Dusun Air Antu. Akhirnya para tetua Kampung bersepakat jika ingin aman kampung ini maka sumur yang ada dipantai ditaburi racun, karena banyak para pelaut, nelayan dan perompak yang tidak tahu bahwa sumur tersebut telah diracuni mereka tetap ambil air sumur tersebut untuk bekal melaut, karena ketidaktahuan tentang racun disumur tersebut banyaklah pelaut, nelayan dan perompak yang mati akhirnya mereka menyebut sumur atau air tersebut berhantu, celakanya racun yang ditaburkan merupakan racun yang sangat mematikan bahkan sampai saat ini ddaerah sekitar sumur tersebut tidak ada tanaman/tumbuhan yang sanggup hidup. Bahwa timah pernah berjaya dipulau Bangka dimana ada tempat penambangan timah yang dikelola oleh PT TIMAH (red. sekarang) di daerah pantai Matras pernah komplek/bedeng/perumahan yang dibangun oleh PT Timah yang diberi nama Bedeng Deniang Laut banyak pekerja yang dipindahkan dari atau sebaliknya ke 18 HO/Tambang 18/Parit 18 . Akhirnya orang jadi menyebut daerah ini 18 HO/Tambang 18/Parit 18 dengan sebutan Deniang Darat hal itu untuk membedakan mana Deniang Darat dan mana Deniang Laut. Tapi sejak awal tahun 1970-an Deniang Laut sudah tidak ada lagi seiring bubarnya komplek timah didaerah tersebut.